Rabu, 08 April 2009

10 macam obat. no comment but i have to say many word. i must.

kronologisnya dimulai pagi tadi. pasien yang bikin saya concern kali ini adalah seorang nenek.

beliau datang kepadaku dengan perasaan kaget, takut, sedih, yang campur aduk.

dikatakannya bahwa ia baru saja diperiksa seseorang, dan dikatakan bahwa kadar gula darahnya 500-an.

beliau sudah pernah saya berikan rujukan atas permintaan keluarga.

namun sang nenek kembali ke puskesmas. dengan beberapa alasan, beliau meminta agar dirawat di puskesmas saja.

saya katakan bahwa jika beliau benar ingin dirawat olehku meski dengan fasilitas seadanya, saya minta agar si nenek datang sebentar sore.

saya memintanya melakukan puasa sekitar delapan jam, agar ketika nanti dilakukan pemeriksaan, kadar gula darah yang kami dapatkan sahih adanya, valid.

saya juga meminta beliau agar berzikir dan berdoa, agar perasaannya tenang. karena hal ini juga mempengaruhi kadar gula darah. jika pasien tenang dan bahagia, secara alami, kadar gula darah lebih stabil. berbeda ketika pasien stres, maka biasanya kadar gula darah ikut naik.

saya juga meminta agar nanti sore, semua obat yang selama ini dikonsumsinya ikut serta.

beberapa jam kemudian, sekitar 15.30 pintu rumahku diketuk. ternyata si nenek. (semangat, nek!)

sementara dokternya baru mau beres-beres rumah, mandi, sholat ashar, de es be. he3.

16.00 si nenek saya periksa. ternyata kadar gula darahnya 200-an. ia langsung sumringah.

berikutnya, saya meminta semua obat yang ia minum selama ini dikeluarkan. dua kantong plastik dikeluarkan dari tasnya. begitu banyak bungkusan obat, dan akhirnya saya menata obat-obat itu di atas meja.

hasilnya? sepuluh macam obat. polifarmasi. no comment.

obat diabetes 3 macam, kortikosteroid 1, vitamin 1, anti hemoroid 1, analgetik 2, obat maag 2.

bagi seorang dokter sepertiku, hal ini adalah luar biasa mengingat si nenek masih bisa berdiri! serius! maklum jebolan laboratorium farmakologi semasa kuliah (terima kasih untuk guru-guru saya di bagian farmakologi), sadar betul mengenai risiko polifarmasi, dengan dosis yang serampangan pula.

akhirnya saya berdiskusi dengan si nenek (seperti biasa, dokter pakai bahasa indonesia campur sedikit bahasa bugis, dan pasien pakai bahasa bugis campur sedikit bahasa indonesia,hahaha) untuk mendapatkan informasi lebih lengkap, dan kemudian memutuskan obat mana saja yang benar-benar diperlukan.A

akhirnya dari 10 turun jadi 7. dan saya mengatur waktu dari ke-7 obat itu. karena ternyata selama ini si nenek meminum obatnya seperti makan nasi! dikumpul semua tablet itu dalam satu genggaman tangan, kemudian hap! sekali tenggak. ajib-ajib-ajib.

luar biasa!

2 komentar:

  1. Hap, Lalu ditangkaP (hehehe) emangnYa lagu cicaK d dindinG. saLut buat pak Dokter yg sLalu SIAGA terhadap pasienx namuN teteup masih meluangkan waktux berbagi di bLognYa. kapaN2 jalan2 k bLog saia yacH dok(dari sobaT lamamu Setia Budiarto)...trims

    BalasHapus